Pages

Minggu, 30 Oktober 2011

negara dan warga negara




Membicarakan negara adalah membicarakan warga negara, Karena warga negara adalah aspek terpenting dari sebuah negara. Tanpa warga negara tak akan pernah terbentuk sebuah negara. Jika merujuk definisi negara menurut Logemann, Negara adalah organisasi kemasyarakatan (ikatan kerja) yang mempunyai tujuan untuk mengatur dan memelihara masyarakat tertentu dengan kekuasaan. Jadi, kekuasaan itu tujuannya bermuara pada kepentingan masyarakat.

Negara dan warga negara mempunyai hubungan timbal balik yang saling menguntungkan (mutualisme). Warga negara mempunyai hak dan kewajiban terhadap negara begitu juga sebaliknya. Jadi kemajuan sebuah negara tergantung pada keharmonisan hubungan ini.

Namun, hal ini tidak terjadi pada Indonesia. Para penguasa seakan menutup mata keadaan warga negaranya. Mereka sibuk jalan-jalan dengan mobil mewah tanpa memikirkan warganya yang hanya untuk membeli sepeda saja mereka harus kerja banting tulang. Mereka lebih suka memperkaya diri sendiri tanpa memikirkan kesusahan yang di alami warganya. sungguh sebuah ironi!

Rakyat hanya di ingat ketika kampanye saja, ketika telah berkuasa rakyat di lupakan. Meraka yang duduk enak di bangku kekuasaan lupa bahwa mereka berada di sana untuk untuk mengemban amanah dari rakyat. Mereka lupa makna dari demokrasi “dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat”.
Timbul pertanyaan, Ini Salah Siapa?

Jawabannya ini salah kita. Kita sering marah ketika anak bolos sekolah, tapi apakah kita marah ketika anak tidak sholat?
Kita suka menegur ketika anak kita tidak belajar, tapi apakah kita menegur anak ketika tidak mengaji?

Sebenarnya inti dari semua masalah bangsa ini ada pada Akhlak. Bagaimana negara ini mau maju jika akhlak para pemimpinnya saja hancur. Orientasi mereka hanya mengejar dunia (kekayaan) bukan mengabdi pada masyarakat karena makna sesungguhnya dari pemimpin adalah pelayan rakyat.
Kami rindu pada sosok pemimpin yang jika rakyatnya menderita, beliaulah yang paling merasakan penderitaan itu dan selalu bersama rakyatnya serta sangat memahami perasaan rakyatnya.
Maka dari itu tugas kita bersama membentuk para pemimpin yang mempunyai akhlak yang mulia. Mulai Dari sekarang!!

Jumat, 28 Oktober 2011

Pemuda dan Sosialisasi


 
Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa ini seseorang sangat labil karena dalam situasi mencari jati dirinya. Pemuda sendiri merupakan golongan yang masih memerlukan pembinaan dan pengembangan kearah yang lebih baik.

Pemuda merupakan bagian terpenting suatu bangsa, baik dan buruknya suatu bangsa tergantung dari para pemudanya. Hal ini berbanding lurus dengan pernyataan orator ulung yang juga merupakan presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno. Beliau berujar,” Beri aku sepuluh pemuda, maka akan kugoncangkan dunia,”. Kalimat ini menggambarkan betapa besarnya peranan pemuda untuk kemajuan suatu bangsa. Jangan lupa! Para pencetus kemerdekaan Indonesia adalah pemuda!

Timbul tanda tanya besar. Bagaimana cara membentuk pemuda yang unggul dan berkualitas. Jawabannya yaitu adalah sosialisasi yang baik. Baik dalam arti sesuai dengan norma dan peraturan yang ada. Pemuda sering salah kaprah dengan model sosialisasi yang ia anut (peroleh). Mereka lebih mengedepankan prinsip “gaul” tanpa memikirkan baik buruknya terhadap diri mereka sendiri.

Merokok, minum minuman keras, memakai narkoba, seks bebas sudah menjadi sebuah kesalahan yang sekarang di perbolehkan dengan tameng “Gaul”. Sungguh sangat memprihatinkan!! Ini menjadi Pekerjaan Rumah (PR) yang sulit untuk kita sebagai pemuda merubah paradigma yang menyebutkan pemuda itu berkesan negatif menjadi pemuda yang mampu membawa bangsa ini kearah perubahan yang lebih baik.

Penulis mempunyai konsep tersendiri bagaimana membentuk pemuda yang unggul dan mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik bagi bangsa dan negara. Konsepnya sangat sederhana namun akan sangat berfungsi dengan sangat baik. Konsepnya yaitu pembinaan dengan Agama.

Dengan agama hidup akan terarah karena kita akan tahu batasan dalam berbuat, mana yang baik mana yang tidak, mana yang menguntungkan dan mana yang merugikan. Agama memberikan ruang untuk berkarya dengan catatan tidak bertentangan dengan agama itu sendiri.

Sholat, mengaji, menutup aurat merupakan ajang pembinaan yang kemudian akan menjadi sebuah kebiasaan (kesadaran) sehingga pemuda sadar dan terbuka hati nuraninya jalan mana yang harus meraka tempuh guna mendapatkan sebuah kebaikan.

Jadi, dengan pembinaan yang baik akan menghasilkan output pemuda yang baik pula. Hal ini selaras dengan ungkapan “apa yang kita tanam adalah apa yang akan petik”.

Sebagai generasi mudah marilah kita menjadi generasi muda yang bearakhlakul karimah (ahlak yang baik). Karena tak akan berguna sebuah gelar Professor tanpa di imbangi dengan akhlak yang baik.

EMAN SULAEMAN
NPM: 52411423