Pages

Senin, 28 November 2011

Masyarakat Perkotaan dan Masyarakat Pedesaan




Saya masih ingat ketika wali kelas saya di kelas 5 SD menjelaskan tentang Transmigrasi dan urbanisasi. Dari penjelasan beliau saya menarik sebuah benang merah bahwa terjadi kesenjangan secara ekonomi yang sangat jauh antara masyarakat kota dan desa. Para Manager, direktur, pejabat semuanya ada di kota, sedangkan Desa hanya punya petani, peternak, dan semua tentang kemiskinanan.

Memang seperti itulah kenyataan yang terjadi, pemerintah seakan tutup mata tentang hal ini. Pembangunan hanya berfokus pada kota terutama sektorindustri dan ekonomi.  Kesenjangan desa-kota yang selama ini terjadi merupakan salah satu hambatan bagi suatu daerah untuk ikut terjun ke dalam mainstream economy.
Kesenjangan tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :

  1. Sosial ekonomi rumah tangga atau masyarakat, khususnya kesenjangan pendapatan antara rumah tangga di perkotaan dan di perdesaan;
  2. Struktur kegiatan ekonomi sektoral yang menjadi dasar kegiatan produksi rumahtangga atau masyarakat, khususnya pada sektor-sektor ekonomi yang menjadi basis ekspor dengan orientasi pasar dalam negeri (domestik) ;
  3. Potensi regional (SDA, SDM, Dana, Lingkungan dan infrastruktur) yang mempengaruhi perkembangan struktur kegiatan produksi.


Namun, tak ada yang salah dengan sebuah kesenjangan antara kotadan desa, karena keduanya mempunyai karakteristik masing-masing yang tak mungkin di baurkan satu sama lain. Karakteristik  itu diantaranya:

Perbedaan karakteristik masyarakat kota dengan masyarakat desa adalah sebagai berikut :
1)Masyarakat kota memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
  a.Terdapat spesialisasi dari variasi pekerjaan.
  b.Penduduknya padat dan bersifat heterogen.
  c.Norma-norma yang berlaku tidak terlalu mengikat.
 d.Kurangnya kontrol sosial dari masyarakat karena sifat gotong royong mulai menrun.

2)Masyarakat desa memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
  a.Jumlah penduduk tidak terlalu padat dan bersifat homogen.
  b.Kontrol sosial masih tinggi.
  c.Sifat gotong royong masih kuat; dan 
  d.Sifat kekeluargaannya masih ada.

Perbedaan masyarakat kota dengan masyarakat di desa, misalnya ketika membuat rumah di desa dilakukan dengan gotong royong sedang di kota pada umumnya dilakukan dengan membayar tukang. Hubungan sosial kemasyarakatan di desa dalam satu desa antara satu RT () atau RW (Rukun Warga) terjadi saling mengenal, sedangkan di kota sudah mulai hilang hubungan sosial kemasyarakatannya misalnya antara satu RT (Rukun Tetangga) dengan RT yang lainnya pada umumnya tidak saling mengenal.

PELAPISAN SOSIAL dan KESAMAAN DERAJAT


Pelapisan sosial sosial adalah wacana yang sejak dulu di gembar-gemborkan oleh para pembaharu dalam masalah sosial. Tentu kita masih ingat betapa gigihnya usah Raden Ajeng Kartini agar kaum wanita di akui keberadaannya, tidak hanya sekedar tukang cuci dan tukang masak. Hal ini lebih kita kenal sebagai Emansipasi wanita. Dan dunia tak akan pernah melupakan betapa gigihnya perjuangan orang kulit hitam (negro) untuk mendapat pengakuan dunia tentang kesamaan hak.

Berbicara tentang pelapisan sosial tentu berbicara tentang kesamaan derajat. Demikian pula dengan negara kita tercinta sudah sangat terperinci dan rapih mengatur tentang kesamaan hak ini dalam UUD 1945. Diantaranya: 
  1.  Persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintah (pasal 27 ayat1)
  2.  Persamaan atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (pasal 27    ayat2)
  3. Persamaan dalam hal kemerdekaan berserikat dan berkumpul (politik) Pasal 28 E (3)
  4.  Persamaan dalam HAM (pasal 28 A-J)
  5. Persamaan dalam agama (pasal 29)
  6. Persamaan dalam upaya pembelaan negara (27 ayat 3)
  7. Pesamaan dalam bidang pendidikan dan kebudayaan Pasal 31 dan 32 UUD (pasal 31 dan 32)
  8. Persamaan dalam perekonomian dan kesejahteraan sosial (pasal 33dan 34)

Perlu di garis bawahi adalah kata persamaan.  Kata tesebut bermakna sama tanpa memandang kelas atau strata sosial. Tentu kita masih sangat ingat bagaimana seorang Gayus Tambunan yang dengan mudah membeli hukum, sangat kontras denga Pencuri yang di hukum puluhan tahun gara-gara mencuri ayam.

Saya pribadi  sebagai mahasiswa sangat menyoroti bagaimana sistem pendidikan di Indonesia. Yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyebabkan pendidikan hanya konsumsi orang berduit. Sungguh sebuah ironi di saat pemerintah terus mengkampanyekan pendidikan murah dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia, tapi hanya untuk masuk universitas negeri saja mungkin saya harus menjual rumah. Miris mendengarnya.

Ya, inilah Indonesia. Seperti kata teman saya kalau di Indonesia itu yang kaya SEMAKIN kaya, yang miskin SEMAKIN melarat. Malu kan jadi bangsa Indonesia???